Winda Martina |
Tak berlebihan bila kita memiliki
wanita-wanita yang kita kagumi dan idolakan. Saya sendiri sangat
bersyukur sempat membaca liputanmadura.com (baca di sini),
karena di media online inilah saya mengenal sosok Winda Martina, gadis
masa kini yang masih konsisten mewarisi nilai-nilai luhur wanita Madura.
Jarang sekali wanita modern dan profesional seperti Winda (sapaan
akrab), apalagi masih muda dan cantik, mampu memegang dan memelihara
warisan nilai-nilai lokal. Salah satu warisan luhur wanita Madura yang
tampak dari sosok Winda adalah kehalusan tutur kata dan perangainya.
Winda Martina terpilih sebagai Kacong tor Cebbing,
sebuah ajang pemilihan putra-putri (Madura) di Sumenep tahun
2006-2007.
Sehari-hari, Winda bekerja sebagai profesional sebuah bank swasta. Namun, kesibukan dan kelelahannya bekerja seharian, tak melunturkan kebugaran dan daya tarik penampilannya. Menariknya lagi, kecantikan luar yang dimiliki Winda ternyata bersumber dari dalam. “Kecantikan fisik itu semu kalau tidak lahir dari kecantikan hati.”
Sehari-hari, Winda bekerja sebagai profesional sebuah bank swasta. Namun, kesibukan dan kelelahannya bekerja seharian, tak melunturkan kebugaran dan daya tarik penampilannya. Menariknya lagi, kecantikan luar yang dimiliki Winda ternyata bersumber dari dalam. “Kecantikan fisik itu semu kalau tidak lahir dari kecantikan hati.”
Inilah salah satu tulisan yang saya sukai tentang sosok Winda di portal Madura online.
Sosok Dewi Martina Agustira dikenal
dengan panggilan Winda adalah seorang profesional muda, aktifis
perempuan, relawan sosial, entertainer, photography dan, pegiat di
bidang seni dan budaya. Winda adalah seorang cebbing Sumenep yang lahir
dari pasangan Rohmaniah asal Banyuwangi daratan paling timur di Pulau
Jawa dan (Alm) Sumartono asal Sumenep, daratan timur di Pulau Madura.
Masa kecil gadis yang cantik dan
periang ini waktunya banyak dihabiskan di Jl. Trunojoyo Gang VIII-A,
Kolor, Kabupaten Sumenep. Madura, Jawa Timur. Sebuah daerah wisata yang
kaya akan budaya lokal yang memiliki identitas tersediri praktek
kebudayaannya. Baik itu bahasa, tradisi, perilaku, seni dan kebudayaan
lokalnya.
Namun Winda, sering mengalami
kegelisahan dan kegundahan. Akankah kebudayaan lokal Sumenep khususnya
dan Madura pada umumnya bisa bertahan di daerahnya sendiri? Bagaimana
dengan serbuan budaya lokal Indonesia dari budaya asing. Apalagi di era
liberalisasi informasi dan ekonomi, paska berdirinya Jembatan
Suramadu?
Gadis kelahiran 16 Agustus 1990 ini
mengatakan, sepertinya perlu kesadaran tiap warga Madura agar lebih
mencintai kebudayaan lokal ketimbang budaya luar. Jika melihat kondisi
sekarang ini, terlihat banyak sekali anak-anak muda yang tidak peduli
lagi dengan budaya lokal Madura.
“Banyak anak muda jarang menggunakan
bahasa halus Madura, atau bahasa yang penuh tatakrama untuk menghargai
semua orang. Terutama yang dituakan dan dihormati,” ujar Winda yang
juga aktif sebagai relawan sosial dan organisasi perempuan.
Penggemar Agnes Monica ini sering
bertanya, apakah kebudayaan lokal asli Madura sudah tidak menarik lagi
buat anak-anak muda saat ini? Padahal kata Winda, dengan mempertahankan
budaya Madura sendiri, bisa membendung masuknya kebudayaan asing.
Budaya lokal adalah tonggak pemersatu bangsa dan diperlukan peran
banyak pihak untuk peduli pada topik ini.
“Kebudayaan lokal yang berasal dari
tiap sudut di Madura dapat berperan sebagai pembentuk keberagaman. Hal
ini menarik mengingat masing-masing memiliki keunikan yang tidak
dimiliki daerah lain di Indonesia, bahkan dunia internasional,” tandas
Mahasiswa Pasca Sarjana STIE Mahardika Surabaya.
Menurut profesional muda ini, Budaya
lokal Madura merupakan jati diri bangsa Indonesia dan cermin
kebhinekaan sikap bangsa yang menghargai segala perbedaan. Bisa dilihat
dari macam-macam tarian di Indonesia, seni tradisional, bahasa, adat
istiadat, hingga upacara adat yang beragam.
Selanjutnya kata Winda, dengan berbagai
macam-macam kebudayaan inilah, dapat menjadikan kekuatan tersendiri
untuk menarik wisatawan dari domestik sampai internasioanal. Faktanya
juga banyak orang asing tertarik untuk mempelajari budaya lokal Madura.
“Kalau orang luar saja ingin mengenal
dan tertarik dengan budaya Madura. Kenapa kita yang asli orang Madura
malah mencintai budaya luar yang kadang tidak patut kita tiru,” pungkas
gadis yang memiliki hobi photograpy ini. (rud)
Profil Winda :
Nama : Dewi Martina Agustira
Nama Lain : Winda
Kelahiran : Sumenep, Madura, 16 Agustus 1990 di Sumenep
Agama : Islam
Orang tua : Alm. Sumartono – Rohmaniah
Pendidikan : Pasca Sarjana STIE Mahardika Surabaya
Pekerjaan : karyawan di BCA
Hobi : Photography, Membaca Novel, Nonton Film, Dengerin Musik
Motto Hidup : Talk Less Do More, Miskin Kata-kata Kaya Tindakan
Musik : Katy Perry, Agnes Monica
Idola : Alm Papa dan Muhammad Sang Rasul
Nama : Dewi Martina Agustira
Nama Lain : Winda
Kelahiran : Sumenep, Madura, 16 Agustus 1990 di Sumenep
Agama : Islam
Orang tua : Alm. Sumartono – Rohmaniah
Pendidikan : Pasca Sarjana STIE Mahardika Surabaya
Pekerjaan : karyawan di BCA
Hobi : Photography, Membaca Novel, Nonton Film, Dengerin Musik
Motto Hidup : Talk Less Do More, Miskin Kata-kata Kaya Tindakan
Musik : Katy Perry, Agnes Monica
Idola : Alm Papa dan Muhammad Sang Rasul
Tidak ada komentar:
Posting Komentar